POTENSI OLIGOSAKARIDA DARI LIMBAH KECAP SEBAGAI PREBIOTIK DAN
ANTIOKSIDAN
Paper Karbohidrat Lanjut
Oleh
Nita Maria Rosiana
12/342334/PTP/01237
PROGRAM PASCASARJANA
PROGRAM STUDI ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
UNIVERSITAS GAJAH MADA
YOGYAKARTA
2013
Kecap merupakan salah satu bumbu
tradisional dari Cina yang berkembang luas di negara-negara Asia seperti
Jepang, Korea bahkan Indonesia. Flavour yang khas pada kecap membuat bumbu ini
cepat menyebar dan sangat populer di dunia. Komponen utama pada kecap adalah
protein dan karbohidrat yang berperan pada kesehatan tubuh. Limbah kecap
sebagai hasil samping saat proses pemurnian seringkali tidak dimanfaatkan pada
industri pembuatan kecap. Padahal pada penelitian yang dilakukan oleh Yang
(2011) menyebutkan bahwa limbah tersebut mengandung protein dan karbohidrat
yang masih bermanfaat pada kesehatan tubuh.
Kedelai sebagai bahan baku utama pembuatan kecap, memiliki
komponen bioaktif yang dapat berpotensi sebagai antikanker, antimikroba dan
sebagai pengatur imunitas (Yang, 2011). Chen (2010) menyebutkan bahwa oligosakarida
yang berasal dari kedelai berpotensi sebagai antioksidan sehingga dapat menurunkan
glukosa darah pada hewan coba. Selain itu dapat pula sebagai prebiotik yang berperan
pada pertumbuhan mikroba probiotik yang menyehatkan pencernaan. Kedelai merupakan
substrat yang cocok bagi probiotik karena digunakan oleh mikroba untuk
memproduksi gas, meningkatkan tingakt isoflavon dan merubah populasi pada
saluran pencernaan (Campagne, 2009).
Namun, limbah kecap sebagai sumber oligosakarida yang
berpotensi sebagai prebiotik dan antioksidan masih terbatas. Pada paper ini
akan dibahas komponen oligosakarida dari limbah kecap yang berpotensi sebagai
prebiotik dan antioksidan.
A.
LIMBAH KECAP
Proses pembuatan kecap dapat dilihat pada Gambar 1. Tanaka
(2012) pada penelitiannya menjelaskan bahwa pada pembuatan kecap bahan baku
utaman yang digunakan adalah kedelai dengan kadar air 58-64%. Bahan tambahan
lain yang digunakan adalah gandum atau jenis biji-bijian lain yang disangrai
hingga kadar air mencapai 8-10%. Jamur yang digunakan adalah Aspergillus oryzae sebanyak 105-6
spore/g bahan. Campuran kedelai, gandum dan jamur disimpan pada nampan
stainless. Suhu ruangan dijaga stabil pada 25-38oC dengan RH
97-100%. Sirkulasi udara melalui bawah nampan.
Gambar 1. Proses Pembuatan Kecap
(Modifikasi Tanaka, 2012)
Fermentasi
koji ini dilakukan selama 40 jam hingga dicapai kadar air bahan 20-35%. Kemudian
ditambahkan NaCl sebanyak 30-35% dan air kemudian diinkubasi pada suhu 10-20oC
selama 2 minggu (fermentasi moromi) lalu dipanaskan hingga 30-35oC
selama lebih dari 4 minggu. Pada proses pemasakan, bahan disimpan pada suhu di
atas 25oC. Limbah kecap didapatkan saat proses pressing dimana akan didapatkan kecap murni dan limbah (soy sauce less).
Proses pembuatan kecap sangat tergantung pada
mikroorganisme yang terlibat karena jenis mikroorganisme tertentu akan
menghasilkan flavor tertentu. Proses fermentasi pada pembuatan kecap terjadi
dua kali yaitu koji dan moromi yang masing-masing melibatkan mikroorganisme
berbeda.
Tanaka (2012) telah melakukan penelitian tentang jenis
mikroorganisme yang terlibat pada fermentasi koji dan moromi. Analisa mikroba
menggunakan metode PCR-DCGE yang mampu melihat perubahan jenis mikroba selama
proses fermentasi kecap berlangsung.
Pada proses fermentasi koji, terdapat bakteri W. cibaria (W. confusa, E. kimchii, W. salipiscis, Lactobacillus fermentum, L.
plantarum, L. iners, or Streptococcus thermophillus), S. gallinarum (or S. xylasus), S. kloosii, L. fermentum (L. plantarum, Lactobacillus raffinolactis or Leuconostoc mesenteroides) dan S. arlettae (S.saprophyticus, S. succinus, S. cohnii, or S. caprae). Jenis mikroba ini tidak dipengaruhi oleh perubahan
kondisi fermentasi. Mikroba kontaminan pada fermentasi koji adalah Micrococus dan Bacillus yang tidak terdeteksi pada penelitian Tanaka. Metode
PCR-DCGE hanya mendeteksi mikroba yang ada, Micrococcus
digantikan oleh S. gallinarum atau
S. kloosii yang terdeteksi di
penelitian ini. Staphylococcus menggantikan
Micrococcus.
Mikroba Bacillus,
Streptococcu, Bacillus dan asam
laktat banyak ditemukan pada fermentasi moromi. T. halophilus terdeteksi saat di awal proses fermentasi asam
laktat. Mikroba W. cibaria W. confusa, E.
kimchii, W. salipiscis, Lactobacillus fermentum, L. plantarum, L. iners, or
Streptococcus thermophillus), S.
gallinarum (or S. xylasus), S. kloosii pada fermentasi moromi juga
terdeteksi pada fermentasi koji, hal ini menunjukkan bahwa mikroba ini dapat
bertahan hidup pada saat stres garam.
Kelompok fungi yang terdeteksi adalah Wickerhamomyces anomalus, Pichia anomala (Wickerhamomyces anomalus), Geotrichum silvicola, Trichosporon
jirovecii, Trichosporon asahii (Trichosporon
japanicum, Trichosporin inkin, Trichosporon insectorum, Trichosporon faecaale, atau
Trichosporon ovoides) dan Candida catenulata yang terdeteksi pada
fermentasi koji. Fungi ini sangat berperan penting dalam proses fermentasi koji
misalkna untuk modulasi aktivitas enzim. Pada fermentasi moromi, jenis fungi
yang terdeteksi adalah Z. rouxii yang
tumbuh ketika awal fermentasi. C.
etchellsii dan C. versatilis tumbuh
di tengah-tengah proses fermentasi.
Kecap mengandung karbohidrat, protein, serat,
oligosakarida, phitocemical (isoflavon) dan mineral. Karbohidrat merupakan
komponen kedua terbesar pada kecap.
B.
OLIGOSAKARIDA
Oligosakarida
merupakan gabungan dari molekul-molekul monosakarida yang jumlahnya antara dua
sampai delapan molekul monosakarida, sehingga oligosakarida dapat berupa
disakarida, trisakarida dan lainnya.Oligosakarida secara eksprimen banyak
dihasilkan dari proses hidrolisa polisakarida dan hanya beberapa oligosakarida
yang secara alami terdapat di alam.
Oligosakarida
yang paling banyak dijumpai pada kedelai adalah rhamnosa, arabinosa, galaktosa,
glukosa, xilosa dan mannosa (Bainy et al,
2008). Sedangkan Yang et al (2011)
menyebutkan bahwa kedelai merupakan sumber dari oligosakarida yaitu rafinosa
dan strakiosa. Meskipun limbah kecap merupakan produk samping dari proses
pembuatan kecap sehingga memiliki kandungan oligosakarida yang berbeda jika
dibandingkan dengan oligosakarida kedelai sebagai bahan baku utama pembuatan
kecap.
Jenis
mnosakarida penyusun oligosakarida limbah kecap adalah xilosa dan manosa (Tabel
1).
Tabel
1. Monosakarida pada Limbah Kecap
|
Fraksi
Oligosakarida
|
Fraksi
Monosakarida Bebas
|
||
Xilosa
|
Manosa
|
Xilosa
|
Manosa
|
|
Presentase
|
53,2 ± 0,4
|
46,8 ± 0,3
|
87,4 ± 0,2
|
12,6 ± 0,1
|
Distribusi
|
64,1 ± 0,3
|
94,1 ± 0,5
|
35,9 ± 0,2
|
5,9 ± 0,2
|
Sumber : (Yang et al, 2011)
Xilooligosakarida merupakan jenis
oligosakarida yang tersusun atas 2-10 molekul xilosa yang terhubung dengan
ikatan ß- 1,4 (Gambar 2) dan memiliki derajar polimerisasi
2-10 sangat penting bagi bidang pangan dan farmasi (Moura et al, 2008). Mannanoligosakarida merupakan jenis oligosakarida
yang tersusun atas molekul manosa yang terhubung dengan ikatan ß- 1,4 (Gambar 3).
Gambar 2. Struktur Xilosa
dan Xilooligosakarida
Gambar 3. Struktur Manosa
dan Mananoligosakarida
Yang et al
(2011) dalam penelitiannya menjelaskan bahwa hanya xilosa dan manosa yang
terdeteksi pada oligosakarida limbah kecap yang mengindikasikan oligosakarida
ini merupakan hasil biokonversi dari mikroorganisme. Disamping arabinosa,
galaktosa dan glukosa, xilosa dan manosa merupakan komponen penting dari residu
tak larut kedelai. Namun, xilosa pun dijumpai pada komponen polisakarida larut
air. Gandum sebagai bahan pembantu pembuatan kecap, juga mengandung xilosa
(40%) dan manosa (10%) yang merupakan komponen utama pada polisakarida non
pati.
Pada saat proses fermentasi,
mikroorganisme akan mendegradasi hemiselulosa dan menginduksi pembentukan
oligosakarida baru. Aspergillus oryzae
sebagai mikroba utama pada proses pembuatan kecap, memiliki aktivitas enzim
hidrolisis yang tinggi (Yang et al,
2011). Kedelai pun memiliki kandungan xilosa dan manosa (Bainy et al, 2008) sehingga dapat disimpulkan
bahwa xilosa dan manosa pada limbah kecap berasal dari kedelai, gandum dan
biokonversi mikroba pada saat proses pembuatan kecap.
C.
PREBIOTIK
1.
Pengertian
Prebiotik
adalah bahan pangan yang memberikan fungsi fisiologis pada tubuh dengan
memberikan efek positif terhadap kesehatan tubuh (Yang et al, 2011). Prebiotik akan digunakan oleh probiotik sebagai
substrat pada proses fermentasi di saluran penceranaan. Prebiotik akan didegradasi
sehingga akan meningkatkan volume feses. Probiotik akan menghasilkan enzim yang
memfermentasi prebiotik sehingga akan memproduksi asam lemak rantai pendek (short chain fatty acid / SCFA) seperti
asam asetat, propionat dan butirat. SCFA ini merupakan sumber energi bagi
metabolisme host dan membantu menurunkan kondisi asam pada saluran pencernaan
sehingga mencegah pertumbuhan bakteri patogen. Kondisi asam ini akan berakibat
pada keseimbangan jumlah spesies bakteri dan mencegah proliferasi epitel pada
saluran cerna (Madhukumar et al,
2010).
Banyak
oligosakarida yang tak dapat dicerna yang dapat meningkatkan pertumbuhan probiotik
dan beberapa mikroba menguntungkan lainnya misalnya fruktooligosakarida (FOS),
galaktoolisakarida (GOS), xilooligosakarida (XOS), isomaltooligosakarida (GTO),
glukooligosakarida, pecktinoligosakarida (POS), mannanoligosakarida (MOS),
gentioolisakarida (GTO), chitooligosakarida (CHOS), soy bean oligosakarida (SOS) dan polidestrosa (Kondepudi, 2012).
Xilooligosakarida
atau yang selanjutnya disebut sebagai XOS adalah oligosakarida yang tersusun
atas xilosa. XOS berpotensi baik sebagai prebiotik, hal ini ditunjukkan oleh
penelitian Kondepudi (2012) bahwa mikroba probiotik mampu tumbuh baik dalam
substrat XOS. Jenis probiotik yang digunakan tersebut adalah B. lactis 8:8, B. lactis JCM 10602, B.
longum 6:18, B. psedocatenulatum JCM
1200. Penelitian ini sesuai dengan Madhukumar (2010) yang mengungkapkan bahwa
XOS dapat meningkatkan pertumbuhan bakteri Bifidobacerium
adolescentis NDRI 236 yang ditandai dengan peningkatan massa kering sel,
penurunan pH dan produksi SCFA. Aktivitas enzim xylanase menunjukkan bahwa
terjadi pemecahan XOS untuk pertumbuhan bakteri.
Pan
et al (2009) menggunakan FOS, XOS,
MOS dan COS untuk menumbuhkan Lactobacillus
plantarum NIT202 dan L. acidophilus NIT200.
Keempat prebiotik tersebut dapat meningkatkan pertumbuhan kedua jenis probiotik
dengan baik. Ketika probiotik tersebut ditumbuhkan pada media stress (kondisi
asam, panas dan phenol), FOS dan XOS masih mampu meningkatkan pertumbuhan
probiotik. Sedangkan, untuk COS, MOS dan COS memberikan efek positif jika
dibandingkan dengan kontrol (tanpa gula).
Oleh
karena itu dapat disimpulkan bahwa XOS dan MOS berpotensi sebagai prebiotik.
Pada limbah kecap yang banyak mengandung XOS dan MOS berdasarkan penelitian
Yang et al (2011) mampu meningkatkan pertumbuhan
L. bulgaricus hingga 15,7 kali lipat
dibandingkan kontrol (tanpa XOS dan MOS) dan 34,7 kali lipat dibandingkan
kontrol untuk pertumbuhan S. thermophilus.
D.
ANTIOKSIDAN
1.
Pengertian
Antioksidan adalah substansi yang diperlukan tubuh
untuk menetralisir radikal bebas dan mencegah kerusakan yang ditimbulkan oleh
radikal bebas. Antioksidan menstabilkan radikal bebas dengan melengkapi
kekurangan elektron yang dimiliki radikal bebas, dan menghambat terjadinya
reaksi berantai dari pembentukan radikal bebas yang dapat menimbulkan stres
oksidatif. Berdasarkan sumber perolehannya ada 2 macam antioksidan, yaitu
antioksidan alami merupakan antioksidan hasil ekstraksi bahan alami dan
antioksidan buatan (sintetik) merupakan antioksidan yang diperoleh dari hasil
sintesa reaksi kimia.
Beberapa
penelitian menunjukkan bahwa oligosakarida berpotensi sebagai antioksidan. Penelitian
Yuan et al (2005) menunjukkan bahwa
oligosakarida pada κ-karagenan mampu menghambat radikal pada DPPH sebanyak 30%
pada konsentrasi 1,6 mg/ml. Oligosakarida itu pun diuji untuk menghambat
radikal hidroksil menghasilkan efek penghambatan sebanyak 40% pada konsentrasi
400 µg/ml. Sedangkan penghambatan oligosakarida terhadap radikal superoxida
menghasilkan efek penghambatan sebanyak 10% pada konsentrasi 400 µg/ml.
Kandungan
karbohidrat pada kedelai pun berpotensi sebagai antioksidan, seperti yang
diungkapkan Aparicio et al ( 2010)
bahwa okara yang merupakan limbah dari industri susu kedelai berpotensi
mengandung polisakarida yang berpotensi sebagai antioksidan. Okara mengandung
protein, minyak, serat pangan, mineral, termasuk monosakarida dan
oligosakarida. Jenis monosakarida penyusun oligosakarida yang terkandung di
okara adalah rhamnosa, fukosa, arabinosa, xilosa, manosa, galaktosa dan
glukosa.
Namun
ternyata potensi antioksidan pada limbah kecap yang banyak mengandung
oligosakarida yang tersusun atas xilosa dan manosa memiliki antioksidan yang
rendah. Konsentrasi oligosakarida hingga 500 µg/ml hanya meningkatkan aktivitas
penangkapan radikal DPPH sebanyak 3% saja. Hal ini disebabkan karena
oligosakarida dari limbah kecap tersusun atas monosakarida netral sehingga
tidak ada gugus H yang diberikan kepada radikal DPPH. Oligosakarida pada limbah
kecap tidak memiliki gugus H, gugus S atau asam uronat yang cukup untuk
menetralkan radikal DPPH (Yang et al,
2011).
Ada
tiga cara penangkapan radikal bebas (Yang et
al, 2011 ; Yuan et al, 2005 ; Aparicio
et al, 2010) :
1.
Pemberian gugus H pada radikal DPPH dengan reaksi sebagai
berikut :
Gambar 4. Mekanisme
Penangkapan Gugus H pada DPPH
2.
Monosakarida menyumbangkan OH pada radikal DPPH sehingga
monosakarida berubah menjadi asam uronat
Gambar 5. Asam Glukoronat
3.
Pemberian gugus sulfat pada radikal DPPH.
E.
DAFTAR PUSTAKA
Aparicio, I. Mateos, C.
Mateos-Peinado, A. Jiménez-Escrig, P. Rupérez. 2010. Multifunctional Antioxidant Activity of Polysaccharide Fractions from
The Soybean Byproduct Okara. Carbohydrate Polymers 82 (2010) 245-250
Bainy, E.M., S.M. Tosh, M.
Corrediq, V. Poysa, L. Woodrow. 2008. Varietal
Differences of Carbohydrates in Defatted Soybean Flour and Soy Protein Isolate
by-Products. Carbohydrate Polymers 72 (2008) 664-672
Champagne, C.P., J.
Green-Johnson, Y. Raymond, J. Barette,N. Buckey. 2009. Selection of Probiotic Bacteria
for The Fermentation of a Soy Beverages and Combination with Streptococcus
thermophilus. Food Research International 42 (2009) 612-621
Chen, Hua, Liu Li-jun, Zhu
Jian-jun, Xu Bo, Li, Rui. 2010. Effect
of Soybean Oligosaccharides on Blood Lipid, Glucose Levels and Antioxidant
Enzymes Activity in High Fat Rats. Food Chemistry 119 (2010) 1633-1636
Kondepudi, Kanthi Kiran, Padma
Ambalam, Ingrid Nilsson, Torkel Wadstrom, Asa Ljungh. 2012. Prebiotic Non Digestable Oligosaccharides
Preference of Probiotic Bifidobacteria and Antimicrobial Activity Against
Clostridium difficile. Anaerobe 18 (2012) 489-497
Madhukumar, M.S., G.
Muralikrishna. 2010. Structural
Charaterisation and Determination of Prebiotic Activity of Purified
Xylo-Oligosaccarides Obatained from Benga; Gram Husk (Cicer Arietinum L.) and
Wheat Bran (Triticum aestivum). Food Chemistry 118 (2010) 215-223
Moura, Patricia, Susana
Cabanas, Paula Lourenco, Francisco Girio, Maria C. Loureiro-Dias, M. Paula
Esteves. 2008. In Vitro Fermentation of
Selected Xylo-Oligosaccharide by Piglet Intestinal Microbiota. Food Science
and Technology 41 (2008) 1952-1961
Pan, X., T. Wu, L. Zang, L.
Cai, Z. Song. 2009. Influence of
Oligosaccharides on The Growth and Tolerance Capacity of Lactobacilli to
Simulated. Applied Microbiology 48 (2009) 362-367
Tanaka, Yasushi, Jun Watanabe,
Yoshinobu Mogi. 2012. Monitoring of The
Microbial Communities Involved in The Soy Sauce Manufacturing Process by
PCR-Denaturing Gradient Gel Electrophoresis. Food Microbiology 31 (2012) 100-106
Yang, Bao. K. Nagendra Prasad,
Haihui Xie, Sen Lin, Yueming Jiang. 2011. Structural
Charateristics of Oligosaccharides from Soy Sauce Lees and Their Potential
Prebiotic Effect on Lactic Acid Bacteria. Food Chemistry 126 (2011) 590-594
Yuan, Huamao, Weiwei Zhang,
Xuegang Li, Xiaoxia Lu, Ning Li, Xuelu Gao, Jinming Song. 2005. Preparation and In Vitro Antioxidant
Activity of κ-Karageenan Oligosaccharides anf Their Oversulfated, Acetylated
and Phosphorylated Derivatives. Carbohydrate Research 340 (2005) 685-692
0 komentar:
Post a Comment